Mengenal Bullying dan Ragging, Tindak Kekerasan yang Punya Motif Berbeda

- 24 Februari 2024, 13:33 WIB
Ilustrasi korban bullying (perundungan).
Ilustrasi korban bullying (perundungan). /Freepik/master1305/

PIKIRAN RAKYAT PEKANBARU - Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel menyebut pihak kepolisian patut bisa membedakan antara tindakan bullying dan ragging dalam kasus Arlo Febrian, korban bully Geng Tai yang menyeret anak artis Vincent Rompies.

"Kekerasan siswa terhadap siswa lain tidak mutlak berupa bullying. Polisi patut mencermati secara spesifik, mana bullying dan mana ragging," kata Reza dalam keteranganya, dikutip dari Antara pada Sabtu, 24 Februari 2024.

Menurut Reza, belum banyak masyarakat maupun lembaga negara yang akrab dengan istilah ragging.

Baca Juga: Sengketa Pemilu 2024 hanya Bisa Dituntaskan MK, Pakar: Hak Angket DPR Tak Bisa Membatalkan Hasil

Jika bullying diterjemahkan sebagai perudungan. Ragging belum ada sinonimnya dalam bahasa Indonesia.

Namun, kata dia, bullying dan ragging sama-sama tindak kekerasan. Sama-sama prilaku yang tidak baik.

Reza menjelaskan, ragging adalah tindakan seorang anak atau siapapun dengan sengaja mendekati geng yang dikenal urakan agar bisa bergabung ke dalamnya. Dan orang tersebut, atau anak tersebut tahu bahwa setiap anggota baru akan dikenai perlakuan tidak senonoh dan serbaneka kekerasan.

Lantas, kata dia, bergabunglah anak atau seseorang tadi ke dalam geng tersebut dan menjalani ritual atau seremoni kekerasan yang memang merupakan identitas atau budaya geng itu.

"Kalau kronologinya sedemikian rupa, maka kekerasan yang menimpa anak tersebut tidak bisa serta-merta dikategori sebagai bullying. Itu ragging," kata Reza memaparkan.

Dalam bullying, lanjut dia, dikotomi pelaku dan korban sangat jelas. Sedangkan dalam ragging, relasi antar anak atau seseorang tadi tidak lagi hitam putih. Apalagi jika si anggota baru bertahan dalam geng tersebut, maka ia pun sesungguhnya bukan korban.

Halaman:

Editor: Ikbal Tawakal


Tags

Terkait

Terkini

x